5 Kesalahan Menghadapi Orang yang Suka Pamer
Saya kira hampir semua orang pernah dibuat pusing oleh orang yang suka pamer. Bahkan orang yang suka pamer pun bisa jadi pernah sakit kepala gara-gara tukang pamer lainnya.
Menurut saya, menghadapi orang yang suka pamer itu seperti buah simalakama. Maju kena mundur kena. Kalau kita membiarkan sifatnya yang toksik itu, kuping lama-lama bisa sakit. Tapi kalau kita serta-merta menunjukkan ketidaksukaan, bisa-bisa kita dikatain iri.
Jadi menghadapi manusia narsis seperti ini memang perlu main cantik. Nggak bisa asal tabraklah kalau orang bilang. Ibaratnya main bola, kita harus bisa passing-passing ciamik sampai akhirnya menciptakan goal.
Saya sendiri bukan sekali harus berhubungan dengan tetangga atau saudara yang hobinya pamer melulu. Kadang saya biarin aja, tapi di lain waktu saya jadi emosi sendiri. Makanya mau nggak mau saya harus punya strategi khusus.
Saya tidak bisa mendapuk diri sebagai expert menghadapi orang yang suka pamer lho ya. Tapi dari pengalaman-pengalaman saya, saya bisa simpulkan beberapa kesalahan yang menurut saya nggak banget buat menghadapi orang yang hobinya pamer.
1. Menormalisasi Perilaku Suka Pamer
Ada saja orang yang punya sindrom protagonis Indonesia ketika menghadapi orang yang suka pamer. Mereka biasanya akan memilih mengalah, senyum-senyum, dan bahkan membiarkan kelakuan orang yang suka pamer. Mirip sekali dengan tokoh protagonis di sinetron Indonesia yang digambarkan naif sekaligus lugu.
Masalahnya gini lho, sifat pamer itu bukan sifat yang baik. Sifat pamer itu sama buruknya dengan sifat suka bohong, suka telat, sampai suka marah-marah. Sifat seperti ini membuat suasana yang tadinya damai jadi kompetitif dan canggung. Terlebih kalau orang yang suka pamer tersebut memang punya hidden agenda merendahkan orang lain.
Makanya, stop menormalisasi sifat suka pamer. Jangan memaksa orang menjadi sesuci malaikat ketika dihadapkan dengan perilaku buruk tersebut. Orang yang dipameri wajar sekali merasa jengkel dan sebal. Apalagi ketika kita lagi apes. Ibaratnya sudah tertimpa tangga, eh masih harus denger orang membanggakan dirinya sendiri.
2. Pamer Balik
Menurut saya sesekali membalas pamernya orang dengan memamerkan apa yang kita punya itu nggak masalah. Tapi kita harus tahu batasannya. Jangan sampai keterusanlah. Salah-salah malah tercipta lingkaran setan dalam dunia perpameran ini.
Ujung-ujungnya apa? Sudah pasti kita sendiri yang merasa nggak enak. Kita selalu dalam situasi yang kompetitif dan harus lebih unggul dari lawan kita. Pikiran jadi stress dan kita nggak bisa menikmati suasana dengan santai.
3. Ngatain di Belakang Terus-menerus
Not worth it menurut saya kalau kita sampai harus rutin ngomongin si tukang pamer terus-menerus. Yang ada kita nambah dosa. Apalagi kalau kita jadiin si tukang pamer sebagai bahan omongan se-circle.
Daripada ngatain di belakang, mending ngomong langsung di depan. Memang nggak gampang sih. Karena salah-salah kita dianggap iri sama orang-orang. Makanya kita juga harus cari momen yang tepat buat ngomong.
4. Terpancing dengan Apa yang Dia Pamerkan
Jangan mudah terpancing dengan apapun yang dikatakan orang yang suka pamer. Misalnya, dia cerita soal dirinya yang baru tur ke Eropa selama 1 dasawarsa. Percayalah, semakin kamu tanya-tanya mendetil soal kebenaran kisahnya, dia akan makin senang dan bercerita panjang lebar.
Daripada tanya-tanya lebih lanjut, mendingan kamu iyain sekenanya. Atau bisa juga kamu bisa alihin pembicaraan atau izin pergi. Kalau dia cukup peka, entar lama-lama dia juga paham kamu bukan orang yang tepat buat dijadiin objek ajang pamernya.
5. Nggak Main Cantik
Seperti yang sudah saya sebut di atas, menghadapi orang yang suka pamer itu bak buah simalakama. Kalau kita nggak main cantik, justru kita yang bisa jadi musuh bersama. Saya sendiri pernah mengalami ini.
Saya pernah tegur tetangga saya yang tiap hari ngomongin kesuksesan anaknya melulu. Anak saya kan kebetulan ADHD dan tiap minggu harus terapi wicara di rumah sakit. Karena capek habis mengantar anak, saya bereaksi sangat negatif dengan tetangga saya yang lagi pamer soal anaknya yang tanpa cela.
Bukannya dapat simpati, saya malah dibilang iri. Padahal saya tidak iri. Saya cuma jengkel karena si ibu itu pamer ketika saya sedang curhat soal capeknya saya ngurus anak.
Yah kira-kira itulah 5 kesalahan yang menurut saya jangan pernah dilakuin buat menghadapi orang yang pamer. Sabar aja nggak cukup. Kecuali, kamu mau nyediain diri buat nampung sifat narsisnya seumur hidup.
Komentar
Posting Komentar